Membangkitkan Ruh Nasionalisme

Membangkitkan Ruh Nasionalisme - Bang Moody Dymaz - Tak bisa dipungkiri bahwa, roda perkembangan zaman dewasa ini memberikan dampak yang sungguh luar biasa bagi paradigma moralitas bangsa. Degradasi kecintaan kepada bangsa dan negara kian mendekati titik yang cukup memprihatinkan.




kegiatan upacara bendera senin pagi

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada saat rutinitas upacara bendera senin pagi, penulis bertindak sebagai pembina upacara di sebuah sekolah menengah. Beberapa menit berselang, ketika sang saka merah putih dibentangkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, terasa suasana yang begitu hikmat. Segenap peserta upacara serentak memberikan penghormatan. Proses yang hanya memakan waktu sepersekian detik, namun sesungguhnya memberikan makna yang begitu dalam. Waktu yang sangat singkat untuk sekedar meresapi anugerah kemerdekaan yang ditebus dengan darah dan air mata.

Berangkat dari fenomena Senin pagi itu, penulis kemudian berpikir bahwa, seyogyanya, sebagai warga negara yang mencintai dan menghargai nilai-nilai asasi kemerdekaan, tidak cukup (hanya) peserta upacara yang memberikan penghormatan. Semua warga negara yang ada dilingkungan upacara pun hendaknya tidak segan-segan menghentikan aktifitasnya, sekedar menghormati sang saka merah putih sebagai pengejawantahan dari kecintaan terhadap bangsa dan negara.

petugas upacara sedang menaikkan sang saka merah putih
Sangat tak adil kiranya, jika pengorbanan para founding father bangsa ini hanya ditebus dengan penghormatan yang “insidental.” Namun, setidaknya demikianlah serendah-rendahnya tata krama kita dalam berterima kasih.

Seperti yang sudah disebutkan diatas, seiring berkembangnya zaman, rasa nasionalisme kian memudar. Hal ini dibuktikan dari berbagai sikap dalam memaknai berbagai hal penting bagi Negara Indonesia. Beberapa fakta yang bisa dijadikan catatan kita bersama, sekaligus sebagai gambaran betapa kecilnya rasa nasionalisme, diantaranya adalah :

Pertama, Pada saat pelaksanaan upacara bendera, masih banyak rakyat yang tidak memahami makna dari upacara tersebut. Upacara merupakan “media” untuk menghormati dan menghargai para pahlawan yang telah berjuang keras untuk mengambil kemerdekaan dari tangan para penjajah. Para pemuda seakan terjebak dalam perilaku hedon dengan pikirannya sendiri, tanpa mengikuti upacara dengan khidmat. Lebih ironis lagi adalah, para pelajar justru “malas” untuk mengikuti jalannya proses upacara bendera. Mereka menganggap, mengikuti upacara bendera sebagai sebuah “keterpaksaan,” sekedar menggugurkan kewajiban, jika tidak ingin diberi sanksi.

Kedua, Pada peringatan hari-hari besar nasional, seperti kemerdekaan Indonesia, hanya dimaknai sebagai serermonial dan hiburan saja tanpa menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme dalam benak mereka. Menghargai jasa para pahlawan dengan berbagai kegiatan yang tidak mencerminkan semangat heroisme jelas akan berimplikasi bagi krisis pendidikan moral. Alih-alih ingin memeriahkan hari kemerdekaan, out put-nya justru sangat jauh dari semangat kepahlawanan.

Ketiga, Lebih tertariknya masyarakat terhadap produk impor dibandingkan dengan produk buatan dalam negeri, lebih banyak mencampur adukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing untuk meningkatkan gengsi, dan lain sebagainya. Padahal jika mau jujur, produk buatan dalam negeri justru lebih mempunyai nilai estetika yang tinggi, kualitas yang kompetitif, dan dengan harga yang relatif lebih ekonomis. Bahasa Indonesia pun memiliki kekayaan khasanah perbendaharaan. Lantas, atas alasan apa generasi bangsa ini seolah-olah “alergi” menggunakan bahasa Indonesia dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara?

Keempat, Kian lunturnya identitas bangsa Indonesia. Seperti memahami bendera merah putih sebagai identitas pemersatu bangsa dan bukan sekedar simbol pelengkap semata. Fakta ini bisa kita perhatikan dari lemahnya kesadaran masyarakat “sekedar” untuk memasang bendera di depan rumah, kantor atau pertokoan. Dan bagi yang tidak mengibarkannya mereka punya berbagai macam alasan, entah benderanya sudah sobek atau tidak punya tiang bendera, malas, cuaca buruk, dan alasan-alasan lainnya. Mereka mampu membeli sepeda motor baru, baju baru tiap tahun yang harganya ratusan bahkan jutaan tapi mengapa untuk bendera merah putih yang harganya tidak sampai ratusan saja mereka tidak sanggup?

Dampak Negatif Globalisasi
Sejenak mari kita menganalisis dari perspektif kehidupan sehari-hari, apa sebenarnya indikator yang nampak sebagai bagian dari faktor lemahnya semangat nasionalisme dewasa ini. Dari sekian indikator yang bisa kita amati adalah, hilangnya rasa cinta terhadap produk-produk buatan dalam negeri, banyak anak-anak muda yang nota bene adalah generasi penerus bangsa memiliki kecenderungan berkiblat pada budaya-budaya barat yang jelas-jelas kontraproduktif dengan budaya nenek moyang bangsa Indonesia, masuk dan berkembangnya globalisasi yang tidak diimbangi dengan perilaku selektif melahirkan generasi-generasi yang individualistik dan lebih parah lagi, anti-sosial.

Membangkitkan kembali ruh nasionalisme
Mengutip orasi dari sang proklamator, Bung Karno : “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”
Kalimat yang disampaikan dengan penuh semangat itu bukan sekedar membakar spirit nasionalisme jangka pendek, ia “seharusnya” tertanam dan mendarah daging dalam dada para generasi muda pemegang estafet kepemimpinan. Betapa sesungguhnya peran pemuda sangat menentukan keberlangsungan nasib bangsa ini.
Menyadari sepenuhnya bahwa, Indonesia bukanlah negara kecil. Indonesia adalah negara yang besar dan kaya dengan potensi alam yang memukau. Sejarah mencatatnya dengan rentetan perjuangan para pahlawan yang berusaha menjaga kedaulatan negara dari potensi gangguan dalam maupun luar negeri. Nasionalisme sangat penting terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara karena merupakan wujud kecintaan dan kehormatan terhadap bangsa sendiri. Dengan hal itu, pemuda dapat melakukan sesuatu yang terbaik bagi bangsanya, menjaga keutuhan persatuan bangsa, dan meningkatkan martabat bangsa dihadapan dunia.
Upaya untuk Menumbuhkan Kembali Nasionalisme Bangsa

Menumbuhkan kembali semangat nasionalisme tentunya adalah tanggung jawab kita bersama. Perilaku yang bisa diterapkan diantaranya adalah : pertama, memberikan pendidikan nasionalisme dan patriotisme sejak dini di lingkungan keluarga, memberikan teladan yang baik tentang bagaimana cara memberikan rasa penghormatan kepada bangsa. Kedua, sekolah-sekolah hendaknya memberikan input pendidikan pancasila dan kewarganegaraan secara efektif dan berkesinambungan kepada peserta didiknya, menjauhkan mereka dari dampak negatif globalisasi dengan memberikan pelatihan berorganisasi. Ketiga, yang tidak kalah penting adalah peran aktif pemerintah dalam mengupayakan terciptanya tatanan kehidupan bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai nasionalisme. Diantara upaya tersebut adalah dengan melakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menumbuhkan semangat cinta tanah air dan rela berkorban untuk mempertahankannya, memamerkan kebudayaan dan produk-produk daerah sebagai manifestasi dari aset kekayaan bangsa, dan upaya-upaya lainnya.

Pada akhirnya kita harus menegaskan kembali, bahwa ruh nasionalisme kita harus dibangkitkan kembali. Tidak ada kompromi apapun untuk menangguhkannya. Namun bukan nasionalisme dalam bentuk awalnya seabad yang lalu. Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi berbagai kompleksitas permasalahan kekinian, bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korupsi, toleran, dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran total.

Tidak ada komentar