Bersahabat Dengan Alam, Sudahkah?

Bersahabat Dengan Alam-Bencana kabut asap tebal yang melanda beberapa wilayah di Indonesia termasuk Sumatera dan Kalimantan tak urung menyisakan ragam cerita duka. Ditengah-tengah kompleksitas permasalahan bangsa yang belum terselesaikan, muncul masalah-masalah baru yang tidak hanya berdampak pada skala regional, tapi juga nasional. Bahkan mantan Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan dengan tegas bahwa fenomena kabut asap ini bukan lagi dikategorikan bencana lokal tapi sudah termasuk kategori bencana nasional. Artinya, pemerintah yang berwenang, dalam hal ini pemerintah daerah dan pusat harus bekerjasama secara sinergis dan berperan aktif dalam memulihkan stabilitas di wilayah-wilayah bencana tersebut.

Salah satu dampak krusial yang ditimbulkan dari permasalahan kabut asap ini, adalah dampak sosial masyarakat. Dampak sosial masyarakat yang ditimbulkan berupa masalah kesehatan. Menjangkitnya penyakit yang menyerang organ saluran pernafasan, yakni ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), penyakit kulit, Pneumonia, asma atau penyakit mata. Penyakit-penyakit ini tidak bisa dianggap sepele. Data yang diperoleh dari BNPB (melalui www.bbc.com, 24 Oktober 2015) tercatat jumlah korban ISPA akibat paparan asap ini adalah di provinsi Jambi dengan 129.229 jiwa (korban dengan jumlah terbanyak), Sumatera Selatan dengan 101.333 jiwa, disusul Kalimantan Selatan ada 97.430 jiwa, 80.263 penderita di Riau, 52.142 jiwa di Kalimantan Tengah, dan 43.477 jiwa di Kalimantan Barat. Sungguh fenomena yang bisa membuat kita terhenyak. Belum menghitung dampak kerugian dari sisi perekonomian masyarakat lokal, yang sudah barang tentu akan berimbas pula pada stabilitas perekonomian nasional. Hal ini sangat dimaklumi, karena daerah-daerah yang terkena bencana kabut asap tersebut tergolong daerah potensial yang ikut memberikan kontribusi bagi kepentingan perekonomian nasional.

Beragam opini publik pun bermunculan. Mengenai penyebab kebakaran hutan yang menyebabkan timbulnya kabut asap dalam kadar yang berlebih. Opini pertama, sebagian menganggap bahwa fenomena ini murni karena unsur kesengajaan. Adanya oknum-oknum tertentu yang ditengarai sengaja membakar lahan hutan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Orientasinya adalah penggunaan lahan hutan untuk tujuan bisnis yang hanya menguntungkan segelintir orang, dengan mengabaikan kepentingan-kepentingan hajat hidup orang banyak. Hal ini jelas bertentangan dengan substansi dan nilai-nilai luhur Pancasila yang kemudian terintegrasi pula dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Perlu digaris bawahi pada kalimat : dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat!

Opini yang kedua adalah, karena murni faktor alam. Iklim Indonesia yang sekarang sedang dilanda kemarau berkepanjangan menyebabkan material-material kering, seperti daun, dan ranting berpotensi untuk saling bergesekan. Dengan dukungan angin, bukan tidak mungkin dalam waktu singkat hutan yang begitu lebat akan terbakar, dan efeknya sudah bisa ditebak, satu areal hutan yang terbakar, akan merembet ke areal yang lain. Kebakaran dalam skala besar akan menyebabkan timbulnya asap-asap yang berbahaya bagi organ – organ vital manusia, seperti penyakit kulit, Pneumonia, asma, penyakit mata, dan pernafasan. Inilah bencana yang sedang melanda saudara-saudara kita.

Ditinjau dari sisi spiritual, agama manapun di muka bumi ini jelas sangat mengutuk keras segala tindakan manusia yang destruktif, merusak lingkungan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Bahkan Allah sendiri memberikan teguran keras dalam Al Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 41 yang artinya :
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Kebakaran hutan telah terjadi. Dampak asap tebal pun masih mengggelayuti beberapa wilayah. Bahkan, konon katanya dampak asap ini sudah mulai merembet ke Pulau Jawa. Bisa dibayangkan bagaimana hebatnya kebakaran hutan yang terjadi sebelumnya.

Dari peristiwa ini, sepatutnya kita tergerak untuk berpikir dan mengambil banyak pelajaran berharga. Meratapi kejadian tidak akan menyelesaikan masalah. Saling menyalahkan dan lempar tanggung jawabpun justru akan memperkeruh suasana. Alih-alih mencari solusi alternatif masalah, justru akan membangun masalah baru.

Marilah kita kembalikan tanggung jawab ini pada diri kita masing-masing. Berpikir secara rasional dan bijak akan jauh lebih baik.

Jika faktor penyebab kebakaran tersebut adalah murni karena unsur kesengajaan, maka kita serahkan sepenuhnya urusan ini kepada pihak-pihak yang berwajib. Dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan Daerah, Pemerintah Daerah, Aparat Kepolisian, Kementrian Kehutanan, dan pihak-pihak terkait lainnya. Biarkan roda hukum terus berputar. Tugas kita adalah mengawal proses hukum yang sedang berjalan. Sehingga supremasi hukum untuk pelaku pembakaran bisa di tegakkan dengan adil dan transparan.
Sebaliknya, jika benar kejadian kebakaran ini adalah murni faktor alam, maka sudah sepatutnya kita bersegera untuk bercermin dan mengevaluasi diri. Sudah berlaku bijakkah kita terhadap lingkungan?, seberapa arifkah kita menjaga lingkungan sebagai bentuk apresiasi terhadap anugerah Tuhan?, seberapa peka kita memahami tanda-tanda kebesaran-Nya?, dan pertanyaan-pertanyaan menggelitik lainnya. Kita berharap, semoga Tuhan membuka mata hati kita semua agar senantiasa menyadari pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari amanat yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.

Perilaku Antroposentrisme

Dalam teori etika lingkungan hidup dijelaskan bahwa perilaku manusia yang cenderung menganggap lingkungan dan alam sekitar sebagai objek pemenuhan kebutuhan hidup manusia, sebagai alat untuk mencapai tujuan manusia, dan mengabaikan kelestariannya dikenal dengan istilah Antroposentrisme (Sumber:https://oneofmyway.wordpress.com/2013/05/18/teori-etika-lingkungan-hidup/). Teori ini jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur dan peran manusia sebagai makhluk yang paling mulia, yang mendapatkan amanat untuk menjadi penjaga alam ciptaan Tuhan.

Terlepas dari apa penyebab pasti kebakaran hutan yang melanda di beberapa daerah, sudah saatnya kita bercermin diri, belajar untuk berprilaku arif terhadap lingkungan sekitar, menjaga semua kekayaan alam baik yang ada di permukaan, di dalam, maupun di atas bumi ini. Mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Sehingga alam pun dengan senang hati akan bersahabat dengan kita.















Tidak ada komentar