Melawan Trauma Politik, Berani?

Melawan Trauma Politik, Berani? - Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBI), politik diartikan sebagai (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan atau dasar pemerintahan). Sedangkan dalam istilah Bahasa Arab politik diistilahkan dengan “Asshiyasyah” yang, kemudian diadopsi dalam Bahasa Indonesia menjadi “Siasat” atau strategi. Pemahaman sederhananya, politik adalah suatu cara atau strategi untuk mencapai maksud dan tujuan berupa kekuasaan birokrasi.

Ilustrasi Politik Uang

Dalam perjalanannya, politik mengalami metamorfosis dan ber-fusi dengan ragam lini kehidupan. Politik tidak tersekat pada batasan atau definisi tentang pengetahuan yang berhubungan dengan ketatanegaraan semata. Namun lebih dari itu, politik yang hidup pada zaman kekinian sudah lebih universal  dan menyentuh berbagai dimensi dan ranah kehidupan sosial masyarakat.

Di alam demokrasi dewasa ini, dimana kebebasan berserikat, berpolitik, dan beraspirasi mendapatkan ruangnya, serta hidup dibawah legitimasi undang-undang, masyarakat modern memiliki kecenderungan memahami politik sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai posisi strategis dalam pemerintahan birokrasi. Politik pun semakin marak dipertontonkan dimuka publik dengan kemasan yang menarik. Dalam sebuah perbincangan ringan dengan “masyarakat pinggiran” yang biasa duduk-duduk di warung kopi, penulis menemukan makna yang tersirat, bahwa politik menurut versi mereka adalah jurus-jurus ampuh untuk mampu mengantarkan seseorang mencapai kedudukan atau jabatan yang bergengsi.

Lantas, apa yang menjadi perbincangan hangat selain berkutat pada pemahaman politik dengan segala bentuknya?, ternyata terdapat fakta penting yang secara realistis menempatkan politik sebagai sebuah strategi yang tidak sebatas usaha untuk mencapai tujuan dengan cara-cara yang humanis dan mengedepankan etika dan norma positif.

Celakanya, paradigma yang berkembang justru menempatkan politik sebagai cara-cara “kejam” dan secara terang-terangan melawan bahkan meruntuhkan konstruksi nilai-nilai moral (moral values) yang menjadi rambu-rambu tatanan kehidupan sosial masyarakat, yang sejatinya memegang teguh warisan nilai-nilai luhur Pancasila. Jika esensi moral dan nilai kemanusiaan (human values) bukan lagi prioritas penting dalam berpolitik, niscaya politik akan dengan sendirinya berjalan pada koridor yang salah. Tidak lagi memandang kepentingan secara obyektif. Berlaku layaknya hukum rimba. Yang kuat akan berusaha sekuat tenaga dan dengan bermacam cara menekan yang lemah. Tak peduli jika harus sikut kanan dan sikut kiri. Tujuannya jelas, mencapai tujuan kekuasaan dengan seluas-luasnya.

Saatnya melawan trauma politik

Saatnya masyarakat harus memahami dengan sesungguhnya hakikat dan substansi politik yang sehat dan santun. Dalam Islam, politik  pun mendapat perhatian khusus. Sebagaimana Al Qur’an menegaskan bahwa :


“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (memerintahkan kebijaksanaan) di antara kamu supaya menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat. Wahai orang-orang yang beriman Taatilah Allah, taatilah rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) lagi lebih baik akibatnya “(QS. An-Nisa : 58-59)

Sebagai bangsa besar seyogyanya kita harus menunjukkan kepada dunia, bahwa kita adalah bangsa yang bermartabat, yang mengedepankan aspek-aspek moral dan kemanusiaan dalam melakukan interaksi politik. Tidak ada kata terlambat untuk merekonstruksi pemahaman sebenarnya tentang politik yang sesuai dengan tuntunan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman kebijakan.

Menyadari sepenuhnya bahwa, politik sejatinya tidak bisa dilepaskan dari tujuan dan kepentingan tertentu. Namun yang perlu digaris bawahi adalah, sudahkah kita berpolitik yang santun dan bermartabat?, mengedepankan etika dan moral kemanusiaan?, menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945?, dan pertanyaan-pertanyaan mendasar lainnya.

Jika pertanyaan-pertanyaan sederhana diatas mampu dijawab dengan bukti nyata dilapangan, maka politik bukan lagi sesuatu yang trauma bagi masyarakat kita. Bukan pula menjadi momok yang menakutkan, mengklaim keunggulan kekuasaan politik satu pihak dengan cara merugikan pihak lainnya. Titik kulminasinya adalah, terbangunnya tatanan demokrasi yang berdaulat dan bermartabat. Menumbuhkan ghirrah untuk senantiasa berpikir obyektif, berorientasi pada kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan, mampu mengemban tanggung jawab moral, para pelaku politik akan senantiasa bersikap amanah dengan jabatan politiknya.





Melawan Trauma Politik, Berani?
*) Penulis adalah pendidik di SMP NU Widasari
dan pemerhati sosial
Tinggal di Karangampel – Indramayu


 





Tidak ada komentar